Cibinong, Swaranasionalpos.com -
Pengerjaan pembangunan jalan,
pengairan, jembatan dan bangunan di beberapa Kecamatan di wilayah Kabupaten
Bogor tahun 2016. Saat itu Bupati dan Sekretaris Daerah Bogor rajin melakukan
blusukan dan turun langsung kelapangan untuk melihat/memastikan setiap
pelaksanaan pembangunan dan penyerapan anggaran apakah sudah berjalan dengan
maksimal.
Kegelisahan orang nomor satu di Kabupaten Bogor ini mulai
terbukti, ketidakberesan dalam pelaksanaan proyek dilapangan sulah mulai
terjawab, dimana beberapa lokasi jalan yang dibangun diakhir tahun 2016 lalu,
mulai rusak walau baru hitungan bulan.
Wajar, bila warga mempertanyakan kinerja dan integritas
Bupati maupun Sekda sebagai pimpinan termasuk Dinas terkait yakni Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang apakah mereka peduli dengan kemajuan
Kabupaten Bogor?, sebab dimana proyek pembangunan peningkatan
jalan khusunya diharap bisa mulus dan mampu bertahan lama, ternyata hanya
hitungan bulan sudah rusak kembali.
Hal ini terlihat pada peningkatan jalan Dusun Tipar –
Argapura sepanjang 2.550 meter (STA 2.800 – STA 5.350) dengan nilai Kontrak Rp.
2.587.860.000,- Pelaksana PT. Gemini Surya Pratama dengan Konsultan
Pengawas PT. Dressa Cipta Rekayasa. Selain asal jadi pihak pemborong dituding
bekerjasama dengan konsultan dan pengawas untuk menghabiskan APBD Kab.
Bogor.
Data dan investigasi yang dilakukan SNP, kondisi jalan
terlihat mulai rusak dibeberapa titik walau baru 2 bulan, dilapangan juga
ditemukan ketebalan aspal hanya ½ cm dan pemadatan tidak dilakukan. Ini
membuktikan semakin kuatnya dugaan, bahwa ketidakberesan dalam pengerjaan
peningkatan jalan tersebut karena perusahaan/kontraktor terkesan amatiran. Hal
ini tentunya membuat publik juga mempertanyakan integritas Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang kenapa perusahaan seperti itu bisa lolos untuk mendapat
proyek.
Di lokasi lain, yang menjadi sorotan Proyek
Rehabilitasi Jembatan Cikeas tahun 2016 yang menelan anggaran Rp.
1.003.000.000, dalam laporan realisasi dari DPUPR Kabupaten Bogor merilis
dibayar Rp 964.993.100 (80,42%). Anehnya, dalam penelusuran tim
Media ini ke alamat perusahaan CV. Tirta Amarta di Perum BCE Blok F
10 RT. 04/08 Cibinong. Kabupaten Bogor sesuai dengan informasi di laman LPSE.
Tidak menemukan alamat CV. Tirta Amarta, dan diperkuat pengakuan
dari Kelurahan Sukahati.
Menurut keterangan / pengakuan beberapa warga mengatakan
kepada Tim, bahwa Blok F 10 tidak ada di Perum BCE. “tidak ada blok F10,
Perumahan ini hanya sampai blok E” ujar salah satu warga dengan meminta nama
tidak dipublikasikan.
Buruknya
hasil pekerjaan dan kondisi proyek–proyek tersebut, SNP jauh-jauh hari telah
meminta tanggapan/konfirmasi ke Bupati melalui surat nomor:
012/Red-SNP/Konf/X/2016 yang menyoroti pelaksanaan 32 paket tahun
2016, tentang “adanya dugaan anggaran setiap per kegiatan/ paket
menjadi bancakan oleh oknum-oknum yang berada di lingkup Pemkab Bogor,” surat
pun diterima oleh Sub Bagian Tata Usaha BAGIAN UMUM Setda Kabupaten Bogor
tanggal 27/12/2016 dan didisposisi ke Sekda tanggal 29/12/2016, namun sampai
berita ini turun belum mendapat balasan atau jawaban.
Kepala
Dinas Bina Marga dan Pengairan Bogor saat itu masih dijabat Edi Wardani,
melalui ajudanya Dedi mengatakan, akan menyampaikan temuan SNP tersebut ke
pimpinanya (Edi Wardana-red). “Saya akan sampaikan temuan ini ke Kadis. Karena
Pak Kadis sedang sibuk, nanti akan dikoordinasikan juga kepada Kepala
Bidang,”ujar Dedi saat itu.
Kembali SNP, ingin meminta ketegasan sikap dari Bupati
terkait buruknya hasil pekerjaan tahun 2016 dan aturan hukum/wanprestasi sesuai
dengan Peraturan Presiden No 4/2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa, dan apakah
perusahaan pelaksana pekerjaan akan dimasukkan dalam daftar hitam atau masih
boleh ikut tender tahun ini.
Ketika dihubungi Bupati melalui telepon selulernya, terkait
sejauh mana tidak lanjut surat dan pengawasan terhadap realisasi anggaran APBD
Kabupaten Bogor. Sebab Bupati sebagai Penanggung Jawab Anggaran (PA) APBD,
tidak memberikan jawaban.
Pemerhati Masalah Pembangunan dan Perkotaan
Heri, (30/5/17) dibilangan Cibinong, dengan lugas mengatakan, bahwa secara
aturan main/hukum, seharusnya, pihak terkait yakni perusahaan pelaksana
kegiatan dan instansi terkait yakni DPUPR harus dilakukan pengusutan oleh
aparat hukum yang lebih berwenang.
“Penyakit” birokrasi selain tidak adanya
ketransfaranan dalam menjawab public, juga selalu terkesan tidak mau
tahu/sepele. Padahal ini sudah menyangkut ranah hukum”. Ujar Heri
Selanjutnya, karena tidak profesional,
perusahaan pelaksana kegiatan harus masuk daftar hitam,”kata Herry. “Bila
memang fakta lapangan sudah tidak sesuai mekanisme, sudah selayaknya di bawa ke
ranah hukum, misalnya, melaporkan temuan tersebut ke Kejaksaan Negeri. Hal ini
diperlukan agar azas kehati-hatian dalam mengelola keuangan Negara/Daerah bisa
berjalan dengan baik,”katanya. *JA/HR/NAY
No comments:
Post a Comment