Fasilitas pengolahan air limbah di Jakarta. (Lokasi
IPAL Setiabudi-dok)
|
Jakarta, Swaranasionalpos.com - Pengelolaan air limbah
di Indonesia mayoritas masih menggunakan septic tank yang berada di rumah atau bangunan
(on site), terlebih di perdesaan masih banyak masyarakat yang buang air besar
di kebun, badan air dan sungai.
Peringatan
Hari Air Dunia ke-25 yang diperingati 22 Maret 2017 lalu mengambil tema “Air
dan Air Limbah”, mengingatkan kembali semua elemen bangsa pentingnya menjaga
air dan mengelola air limbah sehingga tidak mencemari air sebagai sumber
kehidupan.
Seiring
dengan tema tersebut, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
terus berupaya mendorong pemerintah daerah maupun masyarakat untuk meningkatkan
pengelolaan air limbah terpusat skala besar maupun komunal yang bisa digunakan
oleh sekitar 70-100 rumah.
Tak
hanya itu, Kementerian PUPR juga telah membangun beberapa proyek percontohan
infrastruktur pengelolaan air limbah mulai dari skala besar yakni IPAL Regional
seperti di Denpasar, Bali, selain itu melaksanakan program Sanitasi Berbasis
Masyarakat (Sanimas) di lebih dari seribu kawasan dengan hasil yang cukup baik,
dimana air hasil olahannya telah memenuhi baku mutu untuk dibuang ke badan air
atau sungai yakni effulent BOD dengan konsentrasi sekitar 50 ppm.
Pengolahan
air limbah melalui perpipaan di Jakarta sendiri baru melayani 3,8 persen warga
Jakarta. Saat ini air limbah dari septic tank warga di Jakarta, diangkut
menggunakan truk tangki dan diolah di Intalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT)
milik PD PAL Jaya yang ada di Pulogebang dan Bukit Duri. Selain itu Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Jakarta baru ada satu yakni di IPAL Waduk
Setiabudi yang melayani limbah dari perkantoran, hotel atau bangunan
sekitarnya.
Untuk
mengatasi permasalahan limbah di Jakarta, Kementerian PUPR bekerjasama dengan
Japan International Cooperation Agency (JICA) akan membangun Sistem Pengelolaan
Air Limbah Terpadu atau Jakarta Sewerage System (JSS) yang tersebar di 15 zona.
Dari 15 zona, pengelolaan limbah terpadu tersebut akan diawali pengembangannya
di zona 1 yang berlokasi di Pluit dan zona 6 di Duri Kosambi.
Menteri
PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan zona 1 dan zona 6 adalah prioritas dan sudah
ada lahan disiapkan untuk pembangunannya yang bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah DKI Jakarta.
Pembangunan
di Zona 1 dibangun diatas lahan seluas 4,901 hektar dengan kapasitas 198.000 m3
limbah per hari. Sedangkan zona 6 di daerah Duri Kosambi, dengan luas sekitar
5,875 Hektar dengan kapasitas 282.000 m3 per hari. "Saat ini untuk
pembangunan zona 1 dan zona 6, dalam tahap pembuatan detil desainnya,"
kata Basuki dalam keterangan resmi.
Sementara
itu Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Ditjen Cipta Karya,
Kementerian PUPR Dodi Krispratmadi mengatakan bahwa pembangunan IPAL terpadu di
Jakarta sangat berat tantangannya karena disamping biaya sangat mahal,
diperlukan ketersediaan lahan yang luas. Biaya untuk pembangunan zona 1
dibutuhkan dana sebesar Rp 8,1 triliun dan zona 6 sebesar Rp 8,7 triliun yang
berasal dari pinjaman Jepang.
“Biayanya
mahal sekali karena tidak menggunakan pompa namun gravitasi sehingga diperlukan
penanaman pipa di dalam tanah dengan kedalaman 20-30 meter” kata Dodi.
Selain
pembangunan IPAL terpadu pada 15 zona tersebut, Kementerian PUPR juga akan
bekerjasama dengan Pemerintah DKI Jakarta untuk pembangunan IPAL komunal
melalui program Sanimas.
Ditargetkan
IPAL terpadu selesai ke 15 zona tersebut sampai pada tahun 2035, dan akan mampu
melayani pengolahan air limbah Jakarta hingga 90 persen. Dengan demikian akan
mengurangi pencemaran air tanah dan sungai Jakarta akibat pembuangan air
limbah. *JA/SC/HR
No comments:
Post a Comment