Liputan Investigasi
Integritas Kinerja DPU-PR Kab. Bogor Dipertanyakan
Cibinong,
Swara Nasional Pos.
Pengerjaan
pembangunan jalan, pengairan, jembatan dan bangunan di beberapa kecamatan, di
wilayah Kabupaten Bogor tahun 2016. Bupati dan Sekretaris Daerah Bogor
melakukan blusukan dan turun kelapangan untuk melihat/memastikan pelaksanaan
dan penyerapan anggaran apakah sudah berjalan dengan maksimal.
Kegelisahan
orang nomor satu di Kabupaten Bogor ini mulai terbukti, ketidakberesan dalam
pelaksanaan proyek dilapangan, beberapa lokasi jalan yang diperbaiki diakhir
tahun 2016 lalu, mulai rusak walau baru hitungan bulan.
Wajar,
bila warga mempertanyakan integritas Bupati maupun Sekda sebagai pimpinan
termasuk dinas terkait yakni Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, dimana proyek
peningkatan jalan diharap bisa mulus dan
mampu bertahan lama, ternyata hanya hitungan bulan sudah rusak kembali. Hal ini
terlihat pada peningkatan jalan Dusun Tipar – Argapura sepanjang 2.550 meter
(STA 2.800 – STA 5.350) dengan nilai Kontrak Rp. 2.587.860.000,- Pelaksana PT.
Gemini Surya Pratama dengan Konsultan
Pengawas PT. Dressa Cipta Rekayasa.
Data, informasi serta investigasi
yang dilakukan SNP, Senin (13/2/2017) kondisi jalan sudah mulai rusak
dibeberapa titik walau baru 2 bulan, ini membuktikan semakin kuatnya dugaan,
bahwa ketidakberesan dalam pengerjaan peningkatan jalan tersebut patut
dipertanyakan karena perusahaan/kontraktor terkesan amatiran. Hal ini tentunya
membuat publik juga mempertanyakan integritas Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang kenapa perusahaan seperti itu bisa lolos untuk mendapat proyek.
Lokasi lain yang menjadi sorotan,
Proyek
Rehabilitasi Jembatan Cikeas tahun 2016 yang menelan anggaran Rp. 1.003.000.000,
dalam laporan realisasi dari DPUPR Kabupaten Bogor merilis dibayar Rp 964.993.100 (80,42%).
Anehnya, dalam penelusuran tim Media ini
ke alamat perusahaan CV. Tirta Amarta di
Perum BCE Blok F 10 RT. 04/08 Cibinong. Kabupaten Bogor sesuai dengan informasi
di laman LPSE. Tidak menemukan alamat
CV. Tirta Amarta, dan diperkuat pengakuan dari Kelurahan Sukahati.
Menurut
keterangan / pengakuan beberapa warga mengatakan kepada Tim, bahwa Blok F 10
tidak ada di Perum BCE. “tidak ada blok F10, Perumahan ini hanya sampai blok E”
ujar salah satu warga dengan meminta nama tidak dipublikasikan.
Buruknya hasil pekerjaan dan kondisi
proyek–proyek tersebut, SNP jauh-jauh hari telah meminta tanggapan/konfirmasi
ke Bupati melalui surat nomor: 012/Red-SNP/Konf/X/2016 yang menyoroti
pelaksanaan 32 paket tahun 2016, tentang
“adanya dugaan anggaran setiap per kegiatan/ paket menjadi bancakan oleh
oknum-oknum yang berada di lingkup Pemkab Bogor,” surat pun diterima oleh Sub
Bagian Tata Usaha BAGIAN UMUM Setda Kabupaten Bogor tanggal 27/12/2016 dan
didisposisi ke Sekda tanggal 29/12/2016, namun sampai berita ini turun belum
mendapat balasan atau jawaban.
Kepala Dinas Bina Marga dan
Pengairan Bogor saat itu masih dijabat Edi Wardani, melalui ajudanya Dedi
mengatakan, akan menyampaikan temuan SNP tersebut ke pimpinanya (Edi
Wardana-red). “Saya akan sampaikan temuan ini ke Kadis. Karena Pak Kadis sedang
sibuk, nanti akan dikoordinasikan juga kepada Kepala Bidang,”ujar Dedi saat
itu.
Kembali SNP, ingin meminta
ketegasan sikap dari Bupati terkait buruknya hasil pekerjaan tahun 2016 dan
aturan hukum/wanprestasi sesuai dengan Peraturan Presiden No 4/2015 tentang
Pengadaan Barang/Jasa, dan apakah perusahaan pelaksana pekerjaan akan
dimasukkan dalam daftar hitam atau masih boleh ikut tender tahun ini.
Ketika dihubungi Bupati melalui
telepon selulernya, terkait sejauh mana tidak lanjut surat dan pengawasan
terhadap realisasi anggaran APBD Kabupaten Bogor. Sebab Bupati sebagai
Penanggung Jawab Anggaran (PA) APBD, tidak memberikan jawaban.
Pemerhati
Masalah Pembangunan dan Perkotaan Heri, Sabtu (12/4/17) dibilangan Cibinong,
dengan lugas mengatakan, bahwa secara aturan main/hukum, seharusnya, pihak
terkait yakni perusahaan pelaksana kegiatan dan instansi terkait yakni DPUPR
harus dilakukan pengusutan oleh aparat hukum yang lebih berwenang.
“Penyakit”
birokrasi selain tidak adanya ketransfaranan dalam menjawab public, juga selalu
terkesan tidak mau tahu/sepele. Padahal ini sudah menyangkut ranah hukum”. Ujar
Heri
Selanjutnya,
karena tidak profesional, perusahaan pelaksana kegiatan harus masuk daftar
hitam,”kata Herry. “Bila memang fakta lapangan sudah tidak sesuai mekanisme,
sudah selayaknya di bawa ke ranah hukum, misalnya, melaporkan temuan tersebut
ke Kejaksaan Negeri. Hal ini diperlukan agar azas kehati-hatian dalam mengelola
keuangan Negara/Daerah bisa berjalan dengan baik,”katanya. *JEF/HR/NAY
No comments:
Post a Comment