Malang, Media Suara Nasional -
Salah
satu bentuk kepedulian Badan Pertanahan Nasional RI telah mengucurkan
anggaran Program Nasional Agraria (Prona) untuk penerbitan sertifikat
gratis yang di peruntukan bagi masyarakat menengah kebawah, namun sungguh
sangat disayangkan oleh pemerintah setempat, karena masyarakat tetap
di punguti oleh panitia pengurusan sertifikat.
Seperti
yang terjadi di Desa Parangargo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang,
pada tahun 2016 masyarakat Desa Parangargo telah mendapatkan program
pengurusan sertifikat gratis (Prona) sebanyak 500 pemohon KK (Kartu keluarga), dengan dalih pelaksanaan program Prona tahun 2017 ini. Namun
sangat di sayangkan, dengan pengurusan sertifikat masal yang masih
berjalan, masyarakat sekitar sudah di punguti biaya penerbitan sertifikat
sebesar Rp 550 ribu per KK.
Berdasarkan
beberapa nara sumber yang ditemui menjelaskan masyarakat telah membayar
ke Ketua Panitia Prona yang dibentuk Kepala Desa Parangargo "kami telah
membayar pak Rp 550 ribu ke panitia, mereka datang ke rumah dan meminta
sejumlah uang pengurusan sertifikat kami," ujar warga Dusun Genengan, Desa Parangargo yang tidak mau di publikasikan.
Hal
senada juga diungkapkan warga Desa Parangargo, Dusun Genangan RW 3,
beliau mengatakan "kami juga di datangi yang mengurus sertifikat di
rumah, kami diminta uang Rp 550 ribu dengan alasan katanya untuk beli patok
dan mengasih uang orang BPN (Badan Pertanahan Nasional)," kesalnya, kepada Swara Nasional Pos yang enggan namanya disebutkan di media.
Sementara,
untuk mencari tahu kebenarannya, bahwa diduga ada pungutan masal di Desa Parangargo, awak media mencoba untuk mendatangi kantor Desa Parangargo, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
Saat
dikonfirmasi ke Hari Purnomo selaku Kepala Desa Parangargo, Kecamatan Wagir, beliau membenarkan bahwa memang ada penarikan uang Rp 550 ribu
dengan alasan untuk biaya segala macam dan sisanya rencana akan
dibelikan Truk Sampah.
"Sejauh ini memang ada untuk pengurusan sertifikat gratis, desa kami
mendapatkan jatah program prona sebanya 500 pemohon, namun untuk pemohon
prona sampai sekarang di desa kami sudah mencapai 360 pemohon, tidak
mencapai 500 target, tapi masak semua digratiskan, kan tidak masuk akal,
siapa yang mau bekerja tanpa diberikan gaji, karena semua bekerja,
untuk beli patok dan sebagainya," ungkapnya.
Selain
itu, dalam pungutan (prona) yang tersusun rapi, namun saat awak media
mengetahui pungutan tersebut, panitia yang di bentuk Kepala Desa, dalam
beberapa bulan, uang yang sudah dipungut dikembalikan sebesar Rp 250 ribu
ke masing-masing pemohon. Ada apa? Tanya nya.
"Penarikan segitu memang sudah standart untuk operasional, namun
penarikan Rp.550 ribu sudah edikembalikan separuh kepada pihak pomohon
sebesar Rp. 250 ribu, untuk yang sisanya biaya Rp. 300 ribu berencana
akan kami belikan Truk sampah di desa kami dan sisanya diberikan kepada
pihak yang bekerja, kalau memang aparat penegak Hukum, baik dari
kejaksaan dan kepolisian mengusut terkait masalah ini silahkan, kami
tidak takut, jelas Hari Purnomo saat ditemui di kantor Balai Desanya.
Secara
terpisah, Ketua LSM Macan Kumbang, Suliyadi SH, berjanji akan membantu
pihak Penegak Hukum untuk mengusut kasus pungli prona yang selama ini
telah merajela di Desa Parangargo , Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang.
"Kami meminta agar aparat penegak Hukum segera turun ke lapangan untuk
mengusut tuntas pungutan liar prona di Desa Parangargo, Kecamatan Wagir
bahwasanya memang telah terjadi praktek pungli di masyarakat dengan
alasan biaya pengurusan sertifikat, "kami telah mengantongi bukti-bukti
pengakuan masyarakat yang telah membayar untuk biaya sertifikat," tegas
Ketua LSM Macan Kumbang.
Disisi
lain, guna untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang dan
sebagai bahan acuan pelaksanaan kegiatan prona di seluruh Indonesia, Pemerintah menerbitkan dasar Hukum yang tertuang dalam PP No.24 tahun
1997 tentang pendaftaran tanah, Keputusan Presiden Republik Indonesia
No. 10 tahun 2005 tentang Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
(JEF/IL)
No comments:
Post a Comment