MEDIA SUARA NASIONAL

RELEVAN - OBJEKTIF - LUGAS

lightblog

Tuesday, December 6, 2016

Proyek Peningkatan Jalan Citapem - Ciderum Dipertanyakan



Bogor, Swaranasionalpos.com - Pengerjaan pembangunan jalan, pengairan, jembatan dan bangunan di beberapa kecamatan, di Kabupaten Bogor, “memaksa” Bupati dan Sekretaris Daerah Bogor, Sabtu (8/10), blusukan dan turun ke lapangan untuk melihat/memastikan penyerapan anggaran apakah sudah terserap dengan maksimal. 

Kegelisahan orang nomor satu di Bogor ini semakin memuncak karena banyaknya issu serta laporan dari masyarakat, bahwa ada ketidakberesan dalam pelaksanaannya. Wilayah Kecamatan yang menjadi perhatianya saat ini ada di Ciawi, Cisarua, Megamendung, Caringin, Cigombong dan Cijeruk. Fokus Bupati secara khusus saat ini adalah Peningkatan Jalan Citapem-Ciderum di Kecamatan Ciawi. Pengerjaan ini benar-benar menjadi sorotan yang luas ditengah-tengah warga Bogor umumnya dan warga Ciawi khususnya karena waktu pengerjaan yang terlambat.

Wajar, bila warga mempertanyakan integritas dinas terkait yakni Dinas Bina Marga dan Pengairan dimana pengerjaan peningkatan jalan sepanjang 2 kilometer yang dikerjakan CV. Citra Pratama dengan Konsultan Pengawas PT. Laksana Disain Daya Cipta ini, seakan meledek serta meremehkan Pemerintah Kabupaten Bogor dan warga yang berada di sekitar lokasi pekerjaan karena seharusnya  pekerjaan sudah harus rampung per 25 Oktober 2016.

Data, informasi serta investigasi yang dilakukan SNP semakin memperkuat dugaan, bahwa ketidakberesan dalam pengerjaan peningkatan jalan ini patut dipertanyakan karena perusahaan/kontraktor terkesan amatiran. Hal ini tentunya membuat publik juga mempertanyakan integritas Dinas Bina Marga dan Pengairan kenapa perusahaan seperti itu bisa lolos untuk mendapat/memenangkan kegiatan proyek peningkatan jalan yang lumayan panjang yakni 2 kilometer. Anggaran sekitar Rp. 1.446.379.000/No kontrak: 620/A.060-15.1108/TING-JLN/SPJPK/DBMP/SPMK No: 620/A.060-15.1108/TING-JLN/SPMK/DBMP, dengan waktu pelaksanaan 90 hari kalender (28 Juli-25 Oktober 2016), sudah sepatutnya untuk dibawa ke ranah hukum karena per tanggal 22/11/2016, proyek/kegiatan pelaksanaan pekerjaan dilapangan belum juga rampung. Tentunya, selisih/hari dari kontrak kerja sampai per tanggal tersebut ada keterlambatan sekitar 27 hari kerja. Selain pengerjaan yang terlambat, beberapa item pekerjaan ada juga yang tidak digali dan dicor, tetapi hanya di siram semen.

Dengan kondisi tersebut, SNP meminta tanggapan/konfirmasi ke Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan Bogor Edi Wardani, melalui ajudanya Dedi mengatakan, akan menyampaikan temuan tersebut ke pimpinanya. 

“Saya akan sampaikan temuan ini ke Kadis. Karena Pak Kadis Edi W sedang sibuk, nanti akan dikoordinasikan ke Kepala Bidang,” ujar Dedi.

Kembali SNP ingin meminta ketegasan sikap dari instansi terkait karena sudah menyangkut aturan hukum/wanprestasi sesuai dengan Peraturan Presiden No 4/2015 tentang Pengadaan Barang/Jasa, dan apakah nantinya perusahaan pelaksana pekerjaan akan dimasukkan dalam daftar hitam, tetapi menurut Pamdal bahwa Ajudan Kadis Dedi tidak berada diruangan dan saat itu sedang olahraga. Pun melalui telepon selulernya, walau nada tersambung tetapi tidak menjawab. Sementara itu, staf kepercayaan Bidang Pembangunan dan Rehabilitasi Cecep, terkait temuan SNP, melalui telepon selulernya mengatakan, temuan tersebut sudah disampaikan ke pimpinanya.

Inspektorat/pengawasan Kabupaten Bogor yang sedianya sesuai tupoksi harus melakukan pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan, juga seakan-akan tidak mau tahu tentang temuan SNP. Inspektur Pembantu II yang menangani Bina Marga dan Pengairan juga terkesan tertutup. SNP ingin meminta tanggapan langsung dari Setyanto Sutatnto AK selaku Kepala/Pimpinan, menurut salah satu pegawainya, bahwa yang bersangkutan tidak ada waktu dan saat itu sangat sibuk.

Pemerhati Masalah Pembangunan dan Perkotaan Herry, Sabtu (3/12) di Kediamanya di Bilangan Cibinong, dengan lugas mengatakan, bahwa secara aturan main/hukum, seharusnya, pihak terkait yakni perusahaan pelaksana kegiatan dan instansi terkait yakni Dinas Bina Marga dan Pengairan harus dilakukan pengusutan oleh aparat hukum yang lebih berwenang. 

“Penyakit” birokrasi selain tidak adanya ketransfaranan dalam menjawab publik juga selalu terkesan tidak mau tahu/sepele. Padahal ini sudah menyangkut ranah hukum. “Karena ada keterlambatan waktu pengerjaan, maka tentu ada yang dirugikan sehingga harus ada juga konsekuensi yang diterima. Misalnya, harus ada hitungan (finalty) yaitu 1/1000 kali nilai kontrak. Artinya CV. Cita Pratama kena finalti Rp 1.440/hari.

Selanjutnya, karena tidak profesional, perusahaan pelaksana kegiatan harus masuk daftar hitam. 

“Bila memang fakta lapangan sudah tidak sesuai mekanisme, sudah selayaknya di bawa ke ranah hukum, misalnya, melaporkan temuan tersebut ke Kejaksaan Negeri. Hal ini diperlukan agar azas kehati-hatian dalam mengelola keuangan Negara/Daerah bisa berjalan dengan baik,” katanya. *NAY/HR

No comments:

Post a Comment