Foto:
Indra Simatupang (Sumber: DPR.go.id)
|
SNP, Jakarta - Polda Metro Jaya
menetapkan anggota Komisi IX DPR Indra P Simatupang sebagai tersangka dalam
kasus dugaan penipuan investasi minyak sawit senilai Rp 96 miliar. Diduga, bisnis
tersebut fiktif belaka.
"Modus operandi tersangka Indra P
Simatupang ini mengajak korban Louis dan Yacub untuk bisnis jual beli kernel
dan CPO, diduga semua bisnis tersebut adalah fiktif dan tidak pernah ada,"
jelas Kasubdit Jatanras Dutreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Hendy F Kurniawan
kepada media, Kamis (27/10/2016).
Dijelaskan Hendy, tersangka Indra
mengajak korban untuk berbisnis jual beli kernel dan CPO pada tahun 2013, yang
menurutnya dibeli dari PTPN V (Riau) dan PTPN VII (Lampung). Saat itu,
tersangka belum menjabat sebagai anggota DPR.
"Menurut pengakuannya, kernel dan
CPO dari PTPN tersebut dijual ke PT Sinar Jay dan PT Wilmar, namun PTPN sendiri
menyatakan tidak pernah ada jual-beli tersebut," sambung Hendy.
Hendy mengatakan, tersangka bersama
ayahnya diduga membuat surat perjanjian investasi tersebut secara fiktif.
"Karena faktanya, surat perjanjian itu dilakukan di rumah tersangka,"
lanjut Hendy.
Tersangka kemudian menjanjikan
keuntungan 10 persen dari modal yang dikeluarkan dalam waktu 30 hari. Total ada
8 buah perjanjian yang selalu diputar ilang oleh tersangka, di mana keuntungan
diberikan namun modal tidak dikembalikan dengan alasan untuk pembelian slot
selanjutnya.
"Namun faktanya tidak pernah ada
jual-beli tersebut," cetusnya.
Setelah Indra menjadi anggota DPR,
kerja sama korban dengan Indra diteruskan oleh tersangka Suyoko selaku staf
Indra.
"Sebelum kerja sama dimulai,
tersangka Indra mengajak korban bertemu dengan ayahnya yang bernama Muwardy
Simatupang untuk meyakinkan korban dan menyampaikan kepada korban bahwa bisnis
jual beli Kernel tersebut dahulunya yang merintis adalah Muwardy Simatupang
ketika masih menjabat sebagai deputi menteri BUMN di tahun 2004,"
paparnya.
Namun, karena tidak pernah mendapat
keuntungan lagi dan modal pun tidak pernah kembali, kedua korban akhirnya
memutuskan untuk memutus kerjasama tersebut pada April 2015. Hingga akhirnya
korban melaporkan Indra ke Polda Metro Jaya pada Februari 2016.
Sementara itu, Kanit V Subdit Jatanras
Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Budi Towoliu mengatakan, kerugian korban
mencapai Rp 96 miliar.
"Kerugian korban mencapai Rp 96
miliar. Tersangka pernah memberikan uang Rp 112 miliar dalam bentuk cek, tetapi
ternyata cek itu adalah cek kosong," tutur Budi. (*)
No comments:
Post a Comment