( OPINI PEMERINTAHAN DESA)
“Sertifikasi yang harus dimiliki oleh pelaksana pengadaan barang/jasa di desa adalah nilai-nilai etika pelakunya”
Bandung [SNP] - Desa merupakan kumpulan dari beberapa unit pemukiman kecil. Desa
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana definisi
yang tercantum dalam UU No. 6/2014 Tentang Desa.
Undang-undang yang mengatur mengenai
desa tersebut, menjabarkan beberapa hal, diantaranya definisi,
kewenangan, hak dan kewajiban, penyelenggaraan desa, hingga keuangan
desa. Terkait dengan keuangan desa, dalam hal ini dana desa, Permendes
No. 5/2015 menyebutkan mengenai definisi dana desa, Dana Desa adalah
dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat, atau jika disederhanakan,
dana desa merupakan seluruh dana yang dikelola dan dikeluarkan melalui
APBDes. Sumber pendapatan dana desa, sebagaimana dijelaskan dalam UU No.
6 /2014 mengenai Desa berasal dari:
- Pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli Desa;
- Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
- Alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota;
- Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
- Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
- Lain-lain pendapatan Desa yang sah.
Fungsi sumber-sumber dana desa tersebut
diantaranya dipergunakan untuk mendukung kewenangan yang dimiliki oleh
desa, yaitu kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Kewenangan
tersebut meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan
masyarakat Desa.
Pemerintah mendukung kewenangan Desa
dengan mengalokasikan sejumlah dana yang akan dikelola sekitar kurang
lebih 79.000 desa (BPS, 2012). Dana yang dialokasikan untuk desa-desa
tersebut, pada tahun 2015 mencapai Rp.664.121,9 milyar (RAPBNP 2015).
Dengan angka yang jumlahnya tidak sedikit, dibutuhkan aturan-aturan agar
dana desa dapat dimanfaatkan secara ekonomis, efektif, dan efisien.
Salah satunya peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa yang diatur
melalui Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) No. 13/2013 mengenai Pedoman Tata Cara Pengadaan
Barang/Jasa di Desa.
Pemerintah mengeluarkan aturan
tersendiri mengenai pengadaan Barang dan Jasa untuk desa, padahal sudah
ada Perpres No. 4/2015 Perubahan Keempat Perpres No. 54/2010 mengenai
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Apakah itu berarti Perpres diatas
tidak berlaku untuk desa? Ya, Perpres No. 4/2015 perubahan keempat
Perpres No. 54/010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa milik Pemerintah
tidak berlaku untuk desa karena Dana Desa tidak termasuk dalam ruang
lingkup Perpres No 4/2015 perubahan keempat Perpres No. 54/2010.
Sebagaimana dinyatakan dalam pasal 2 Perka LKPP No. 13/2013: “Pengadaan
Barang/Jasa di Desa yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa, tidak termasuk dalam ruang lingkup pasal 2
Peraturan Presiden No. 54/2010 sebagaimana diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden No. 4/2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 54/2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”.
Prinsip Pengadaan Barang Dan Jasa Pemerintah/Desa Secara Swakelola
Langkah baru untuk perubahan kehidupan
dan penghidupan di desa sudah diayunkan menuju desa yang kuat, mandiri,
dan sejahtera baik dalam tata kelola pemerintahan, pemberdayaan
masyarakat desa, pembinaan, maupun pelaksanaan pembangunan di desa.
Untuk menuju kearah tersebut, tentu
tidaklah mudah.Membutuhkan kerja keras, kerja ikhlas, kerja cerdas, dan
kerja berkeberlanjutan.
Terkait pengadaan barang dan jasa di
desa menjadi permasalahan yang cukup serius.Bahkan, sampai saat ini
masih ada kepala desa belum mengetahui tentang pengadaan barang/jasa di
desa.Hal ini terjadi, selain minim sosialisasi dan informasi, juga
dipengaruhi oleh SDM yang ada di setiap desa.
Untuk memperkuat implementasi UU
Desa.Pemerintah melalui Lembaga Kebijakan Pengadaan/Barang Jasa
Pemerintah, telah menerbitkan Peraturan Kepala LKPP No.13/2013 tentang
Pengadaan Barang/Jasa di Desa.
Dalam pembukaan peraturan kepala LKPP
disebutkan, bahwa untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa agar sesuai dengan
tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga hasil Pengadaan Barang/Jasa
dapat bermanfaat untuk memperlancar penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Pengadaan Barang/Jasa di Desa, berbeda
dengan pengadaan barang/jasa yang diatur dalam Peraturan Presiden No.
4/2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden No. 54/ 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam Perpres tersebut, Kepala Unit
Layanan Pengadaan/Anggota Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan harus
memiliki Setifikat Ahli Pengadaan/Barang Jasa.Sedangkan, dalam Peraturan Kepala LKPP tentang Pengadaan Barang/Jasa di Desa tidak dipersyaratkan harus memiliki sertifikat.
Proses Pengadaan Barang/Jasa di Desa,
dilakukan oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) yang
dibentuk oleh Kepala Desa dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
(Baca: Permendagri No.113/2014).
“Sertifikat yang harus dimiliki oleh
pelaksana pengadaan barang/jasa di desa adalah nilai-nilai etika
pelakunya”. Apakah desa-desa kita akan menjadi desa yang maju dan
rakyatnya sejahtera di masa mendatang, ditentukan sejauh mana etika para
Pengelola Keuangan Desa.
Pengadaan Barang/Jasa di Desa pada
prinsipnya dilakukan secara Swakelola dengan memaksimalkan penggunaan
bahan material di wilayah setempat, dilaksanakan secara gotong royong
dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat, untuk memperluas
kesempatan kerja, dan pemberdayaan masyarakat setempat. (Lihat: Pasal 4
Peraturan Kepala LKPP No.13/2013).
Dalam kondisi Pengadaaan Barang/Jasa
tidak dapat dilaksanakan secara Swakelola, baik sebagian maupun
keseluruhan, dapat dilaksanakan oleh Penyediaan Barang/Jasa yang
dianggap mampu. (Lihat: Pasal 5 Peraturan Kepala LKPP No.13/2013) Dalam pasal 7A peraturan LKPP No.
22/2015 disebutkan, Bupati dan Walikota yang belum menetapkan Peraturan
Bupati/Walikota tentang Tata Cara Pengadaan Barang Jasa, Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran
dan Pendapatan Belanja Desa berpedoman pada Peraturan Kepala ini, atau
praktik yang berlaku di desa sepanjang tidak bertentangan dengan Tata
Nilai Pengadaan sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran Peraturan
Kepala ini.
Dalam pasal selanjutnya disebutkan,
dalam setiap Pengadaan Barang/Jasa di Desa harus menerapkan
prinsip-prinsip; Efesien, Efektif, Transparan, Pemberdayaan Masyarakat,
Gotong Royong, dan Akuntabel.
Sedangkan etika yang harus dipenuhi
dalam dalam pengadaan barang/jasa di Desa meliputi; Bertanggung jawab,
mencegah kebocoran, dan pemborosan keuangan desa serta patuh pada
perundang-undangan yang berlaku.
Poin penting dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah/desa, sebagai berikut :
- Prinsip dan Etika
Meskipun Perpres No. 54/2010 tidak
berlaku untuk Pengadaan Barang/Jasa Desa, masih ada beberapa aturan yang
mirip ataupun sama antara Perka LKPP No 13/2013 dengan Perpres No.
54/2010, diantaranya prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa,
sebagaimana disajikan dalam tabel berikut:
Capture Sedangkan etika yang harus
dipatuhi oleh para pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa
desa yaitu bertanggung jawab, mencegah kebocoran dan pemborosan keuangan
desa, dan patuh terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
- Pelaksanaan PBJ (Pengadaan Barang Jasa)
Penetapan pelaksanaan pengadaan Barang
dan Jasa Desa prinsipnya dilaksanakan secara swakelola oleh masyarakat,
namun tidak serta merta dilaksanakan secara swakelola, ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi oleh desa, yaitu:
- Memaksimalkan penggunaaan material/bahan dari wilayah setempat
- Dilaksanakan secara gotong royong dengan melibatkan partisipasi masyarakat setempat
- Untuk memperluas kesempatan kerja
- Untuk pemberdayaan masyarakat setempat
Untuk pekerjaan yang tidak mampu
ditangani secara swakelola oleh desa maupun membutuhkan barang/jasa
untuk mendukung swakelola yang dilaksanakan masyarakat, misalnya
pembelian material pada swakelola pembangunan jembatan desa atau sewa
peralatan untuk swakelola pembangunan balai desa, PBJ dapat dilaksanakan
desa melalui penyedia barang/jasa.
- Pejabat Pengadaan
Dalam Perpres No. 4/2015 Perubahan
Keempat Perpres No. 54/2010 tugas pengadaan barang/jasa dilaksanakan
oleh ULP/pejabat pengadaan, sedangkan dalam Pengadaan Barang Jasa
Pemerintah Desa (PBJPD), tugas pengelolaan pengadaan PBJ desa
dilaksanakan oleh Tim Pengelola Kegiatan (TPK), baik pengadaan secara
swakelola maupun melalu penyedia barang/jasa. Tugas TPK dalam
melaksanakan pengadaan barang dan jasa desa meliputi kegiatan persiapan,
pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban
hasil pekerjaan. Tugas TKP secara spesifik sebagai berikut:
- Menyusun Rencana Anggaran Biaya (RAB)
- Menyusun spesifikasi teknis barang/jasa apabila diperlukan
- Melaksanakan pembelian / pengadaan
- Memeriksa penawaran
- Melakukan negosiasi (tawar menawar)
- Menandatangani surat perjanjian (ketua TPK)
- Melakukan perubahan ruang lingkup pekerjaan
- Melaporkan kemajuan pelaksanaan pengadaan kepada kepala desa
- Menyerahkan hasil pekerjaan setelah selesai 100% kepada kepala desa
- Pengadaan menggunakan penyedia barang/jasa Pemerintah Desa
Untuk pekerjaan yang tidak dapat
dilaksanakan secara swakelola karena desa tidak mampu, merupakan
barang/jasa untuk mendukung swakelola ataupun pekerjaan konstruksi yang
membutuhkan tenaga ahli dan/atau peralatan berat, TPK dapat melaksanakan
pengadaan melalui penyedia barang/jasa dengan ketentuan sebagai
berikut:
- Pengadaan barang/jasa dengan nilai sampai dengan Rp 50 Jt. TPK membeli barang/jasa kepada satu penyedia barang/jasa tanpa permintaan penawaran tertulis dari TPK maupun dari penyedia. TPK kemudian melakukan tawar menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dan selanjutnya mendapatkan bukti transaksi untuk dan atas nama TPK.
- Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp. 50 Jt – Rp. 200 Jt. TPK membeli barang/jasa kepada satu penyedia barang/jasa dengan cara meminta penawaran tertulis dari penyedia dilampiri dengan daftar barang/jasa (rincian barang/jasa atau ruang lingkup pekerjaan, volume, dan satuan). Penyedia menyampaikan penawaran tertulis yang berisi daftar barang/jasa dan harga. TPK kemudian melakukan tawar menawar untuk mendapatkan harga yang lebih murah dan selanjutnya mendapatkan bukti transaksi untuk dan atas nama TPK
- Pengadaan barang/jasa dengan nilai diatas Rp. 200 Jt. TPK mengundang dan meminta dua penawaran tertulis dari dua penyedia yang berbeda dilampiri dengan daftar barang/jasa dan spesifikasi teknisnya.Penyedia menyampaikan penawaran tertulis berisi daftar barang/jasa dan harga.TPK kemudian menilai spesifikasi teknis dari kedua calon penyedia tersebut.Jika keduanya memenuhi spesifikasi teknis, maka dilakukan tawar menawar secara bersamaan.Namun jika hanya satu yang memenuhi spesifikasi teknis, dilanjutkan dengan tawar menawar kepada penyedia yang memenuhi spesifikasi teknis tersebut. Jika keduanya tidak memenuhi spesifikasi teknis, maka proses akan diulang dari awal. Jika negosiasi berhasil, hasil tersebut dituangkan dalam surat perjanjian.
Jika dilihat secara umum, pengadaan
barang/jasa desa relatif lebih sederhana bila dibandingkan dengan
pengadaan barang/jasa menurut Perpres No. 4/2015 Perubahan Keempat
Perpres No. 54/2010. Bahkan pengadaan barang/jasa di desa tidak harus
tunduk secara saklek dan sama kepada peraturan LKPP diatas karena Perka
LKPP hanyalah pedoman secara umum. Setiap daerah dapat membuat dan
menetapkan aturan tersendiri sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat asalkan masih memenuhi prinsip serta etika pengadaan.Semoga
tulisan ini bermanfaat untuk Pemerintahan Desa maupun Perangkat Desa
yang kurang memahami akan aturan Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah/Desa*** [Iim Achdiat]
No comments:
Post a Comment