Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa pemimpin
lembaganya sendiri, Agus Rahardjo dalam kasus korupsi e-KTP.
Pasalnya, dikutif Berita Teratas, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, menyeret sejumlah nama pejabat negara yang merestui proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP.
Salah satunya adalah mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Agus Rahardjo, yang kini menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agus pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) 2010-2015.
Kementerian Dalam Negeri pernah meminta LKPP untuk mengawal proyek e-KTP 2011-2012.
Juru Bicara KPK Yuyuk Andriati mengatakan semua orang yang diduga memiliki informasi dapat dimintai keterangan.
“Apakah memungkinkan Ketua KPK yang disebut oleh Gamawan sebagai orang yang pernah memberikan rekomendasi? Itu akan dianalisa oleh penyidik apakah memang diperlukan keterangannya. Kalau permintaan keterangan kan, semua orang yang diduga memiliki informasi dapat dimintai keterangan,” kata Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Kemarin, Bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan saat proyek e-KTP akan digelar ia telah meminta pengawalan dari KPK, LKPP, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Faktanya, KPK masih menemukan adanya dugaan korupsi dalam proyek senilai Rp 6 triliun tersebut.
“Saya minta untuk mengawasi di sini. Kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus kepalanya. Bukan hanya itu, saya juga minta BPKP untuk mendampingi,” ujar Gamawan usai diperiksa di Gedung KPK, Kamis (20/10/2016).
Gamawan telah dua kali diperiksa oleh penyidik KPK. Ia juga menambahkan proyek tersebut telah mendapat restu sejumlah pejabat saat itu. Di antaranya, Wakil Presiden Budiono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan Djoko Suyanto sebagai ketua tim pengarah.
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan jika Kemendagri pernah meminta LKPP mengaudit proyek e-KTP. Namun, kata Agus, rekomendasi LKPP agar proyek tersebut diperbaiki tidak dihiraukan.
Rekomendasi LKPP kala itu agar proyek e-KTP menggunakan aplikasi pengadaan elektronik dalam proses lelang atau e-procurement.
LKPP juga meminta proyek tersebut dipecah menjadi beberapa pengerjaan. Di antaranya paket pembuatan sistem sebagai integrator, paket kartu dan chip, paket PC, paket kamera, paket finger print identification, dan paket pembaca retina.
Kata Yuyuk, KPK juga pernah memberikan rekomendasi terkait single
identity number terkait e-KTP. Namun rekomendasi itu tidak diindahkan
oleh pemerintahan era SBY.
“Data-data masih kacau, banyak data ganda sehingga kalau memaksakan proyek e-KTP tidak akan maksimal. KPK pun pernah memberikan rekomendasi tetapi tidak diindahkan, bahkan kami waktu itu mengirimkan surat kepada presiden untuk memberikan rekomendasi sama, tapi proyek e-KTP terus berlangsung,” ujar Yuyuk.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Irman dan Sugiharto sebagai tersangka korupsi e-KTP.
Saat proyek itu digelar, Irman menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kemendagri, sedangkan Sugiharto menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Kemendagri.
Dua orang itu disangka secara bersama-sama menggelembungkan harga atau mark up atas proyek pengadaan e-KTP.
Menurut KPK, korupsi e-KTP diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 2 triliun.
Pada November tahun 2009 atau sebelum proyek e-KTP dimulai, kata Gamawan, program pengadaan e-KTP dilaporkannya kepada Wakil Presiden.
Itu karena perintah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 yang mengamatkan selambat-lambatnya lima tahun setelah diterbitkan, pemerintah harus menyediakan nomor induk kependudukan untuk masyarakat.
“Mulai dari situlah, Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) dan menteri-menteri lain, lalu diangkat dengan Keputusan Presiden,” kata Gamawan.
Dalam Keputusan Presiden itu, jelas disebut siapa para pejabat yang terlibat. Soalnya proyek itu memakai anggaran besar dengan skema tahun jamak atau multiyears. Namun dia tak menyebut nomor dan tahun Keppresnya.
“Ketua tim pengarah saat itu Pak Djoko Suyanto (mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan), saya wakil, terus dibentuk panitia teknis dari 15 kementerian untuk mendampingi. Lalu saya lapor kepada KPK, saya presentasi di sini. Saya minta KPK untuk mengawasi di sini, kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus (Rahardjo) kepalanya,” kata Gamawan.
Gamawan juga mengaku meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendampingi.
Setelah Rancangan Anggaran Dasar proyek selesai, Kementerian Dalam Negeri meminta audit lagi kepada BPKP.
Setelah proses di DPR selesai, diteken Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, dana proyek itu cair. Kemudian tender e-KTP berjalan.
Meski begitu, Gamawan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit proyek itu setiap tahun. Saat itu belum ada masalah. Bahkan, ketika tender proyek dipermasalahkan dan masuk ke pengadilan karena dugaan persaingan usaha yang tidak sehat, Mahkamah Agung (MA) menyatakan bersih alias tak ada pesaingan kotor.
“Tiba-tiba ada pernyataan dari KPK ini ada kerugian, saya tidak tahu,” kata Gamawan.
Gamawan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Dalam proyek yang berujung korupsi senilai Rp. 2 triliun itu, penyidik juga menjerat mantan Direktur Pengelolaan Administrasi Informasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kemendagri, Sugiharto. (*)
Pasalnya, dikutif Berita Teratas, mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi, menyeret sejumlah nama pejabat negara yang merestui proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP.
Salah satunya adalah mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, Agus Rahardjo, yang kini menjabat Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Agus pernah menjabat sebagai Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) 2010-2015.
Juru Bicara KPK Yuyuk Andriati mengatakan semua orang yang diduga memiliki informasi dapat dimintai keterangan.
“Apakah memungkinkan Ketua KPK yang disebut oleh Gamawan sebagai orang yang pernah memberikan rekomendasi? Itu akan dianalisa oleh penyidik apakah memang diperlukan keterangannya. Kalau permintaan keterangan kan, semua orang yang diduga memiliki informasi dapat dimintai keterangan,” kata Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Kemarin, Bekas Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan saat proyek e-KTP akan digelar ia telah meminta pengawalan dari KPK, LKPP, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Faktanya, KPK masih menemukan adanya dugaan korupsi dalam proyek senilai Rp 6 triliun tersebut.
“Saya minta untuk mengawasi di sini. Kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus kepalanya. Bukan hanya itu, saya juga minta BPKP untuk mendampingi,” ujar Gamawan usai diperiksa di Gedung KPK, Kamis (20/10/2016).
Gamawan telah dua kali diperiksa oleh penyidik KPK. Ia juga menambahkan proyek tersebut telah mendapat restu sejumlah pejabat saat itu. Di antaranya, Wakil Presiden Budiono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Kemanan Djoko Suyanto sebagai ketua tim pengarah.
Ketua KPK Agus Rahardjo membenarkan jika Kemendagri pernah meminta LKPP mengaudit proyek e-KTP. Namun, kata Agus, rekomendasi LKPP agar proyek tersebut diperbaiki tidak dihiraukan.
Rekomendasi LKPP kala itu agar proyek e-KTP menggunakan aplikasi pengadaan elektronik dalam proses lelang atau e-procurement.
LKPP juga meminta proyek tersebut dipecah menjadi beberapa pengerjaan. Di antaranya paket pembuatan sistem sebagai integrator, paket kartu dan chip, paket PC, paket kamera, paket finger print identification, dan paket pembaca retina.
“Data-data masih kacau, banyak data ganda sehingga kalau memaksakan proyek e-KTP tidak akan maksimal. KPK pun pernah memberikan rekomendasi tetapi tidak diindahkan, bahkan kami waktu itu mengirimkan surat kepada presiden untuk memberikan rekomendasi sama, tapi proyek e-KTP terus berlangsung,” ujar Yuyuk.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Irman dan Sugiharto sebagai tersangka korupsi e-KTP.
Saat proyek itu digelar, Irman menjabat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kemendagri, sedangkan Sugiharto menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Kemendagri.
Dua orang itu disangka secara bersama-sama menggelembungkan harga atau mark up atas proyek pengadaan e-KTP.
Menurut KPK, korupsi e-KTP diduga telah merugikan keuangan negara hingga Rp 2 triliun.
Pada November tahun 2009 atau sebelum proyek e-KTP dimulai, kata Gamawan, program pengadaan e-KTP dilaporkannya kepada Wakil Presiden.
Itu karena perintah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 yang mengamatkan selambat-lambatnya lima tahun setelah diterbitkan, pemerintah harus menyediakan nomor induk kependudukan untuk masyarakat.
“Mulai dari situlah, Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) dan menteri-menteri lain, lalu diangkat dengan Keputusan Presiden,” kata Gamawan.
Dalam Keputusan Presiden itu, jelas disebut siapa para pejabat yang terlibat. Soalnya proyek itu memakai anggaran besar dengan skema tahun jamak atau multiyears. Namun dia tak menyebut nomor dan tahun Keppresnya.
“Ketua tim pengarah saat itu Pak Djoko Suyanto (mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan), saya wakil, terus dibentuk panitia teknis dari 15 kementerian untuk mendampingi. Lalu saya lapor kepada KPK, saya presentasi di sini. Saya minta KPK untuk mengawasi di sini, kemudian KPK meminta supaya ini didampingi oleh LKPP, waktu itu Pak Agus (Rahardjo) kepalanya,” kata Gamawan.
Gamawan juga mengaku meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendampingi.
Setelah Rancangan Anggaran Dasar proyek selesai, Kementerian Dalam Negeri meminta audit lagi kepada BPKP.
Setelah proses di DPR selesai, diteken Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, dana proyek itu cair. Kemudian tender e-KTP berjalan.
Meski begitu, Gamawan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit proyek itu setiap tahun. Saat itu belum ada masalah. Bahkan, ketika tender proyek dipermasalahkan dan masuk ke pengadilan karena dugaan persaingan usaha yang tidak sehat, Mahkamah Agung (MA) menyatakan bersih alias tak ada pesaingan kotor.
“Tiba-tiba ada pernyataan dari KPK ini ada kerugian, saya tidak tahu,” kata Gamawan.
Gamawan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Dalam proyek yang berujung korupsi senilai Rp. 2 triliun itu, penyidik juga menjerat mantan Direktur Pengelolaan Administrasi Informasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kemendagri, Sugiharto. (*)
No comments:
Post a Comment