Bekasi, SNP - Terdakwa tidak
didampingi penasehat hukum saat dilakukan penyidikan telah menimbulkan
pemerkosaan terhadap hak azasi manusia (HAM). Akibatnya, akan terjadi peradilan
yang mengesploitasi terdakwa, karena sebenarnya tidak ada tindak pidana
sebagaimana dikwalifisir jaksa penuntut umum (JPU), dengan dakwaan pasal 372
KUH-Pidana.
Dalam
rumusan dakwaan, pada tanggal 9 April 2013 atau setidak-tidaknya tahun 2013
sampai dengan tahun 2014 bertempat di Jln. Lumbu Timur 1-E 6/32, Rt.01/31, Kel.
Bojong Rawa Lumbu, Kec. Rawalumbu, Kota Bekasi, terdakwa Lamria Nainggolan telah
menggelapkan satu unit sepeda motor merk Suzuki, No Pol: B-6962-KAV, type FD
125 XSD tahun 2004, warna merah, nomor rangka MH8FD125X4J210064, nomor mesin
F403-ID210207 milik saksi pelapor, Rumatio Nainggolan yang ditaksir seharga
Rp.4 juta.
Namun
dakwaan JPU tidak merumuskan apa dasar pertimbangan yang dipakai, dan siapa
yang berhak, dan mampu menentukan harga sepeda motor yang usianya sudah 12
tahun tersebut. Rumusan untuk menentukan harga sepeda motor itu sangat penting
mengingat Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.2 tahun 2012 yang mengatur
pedoman batasan tindak pidana biasa atau tindak pidana ringan (Tipiring).
Demikian
eksepsi (Nota keberatan) terdakwa Ny. Lamria Nainggolan oleh penasehat
hukumnya, Ferdinan Montororing, SH.MA.MH, DR.H.A. Hasan Arifin, SH.MM, Drs.
Jatenangan Manalu, SH.SE.MM, Sri Yanti Simamora, SH, Martilla Meldy
Montororing, S.Kom, SH. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Negeri Bekasi Rabu
(19/10) pekan lalu.
Dalam
eksepsinya, kuasa hukum terdakwa menyebut terjadi pelanggaran HAM dalam perkara
ini karena saat penyidikan, terdakwa tidak didampingi penasehat hukum. Kondisi
sepeda motor juga akan disoroti karena dalam dakwaan JPU tidak dirumuskan.
Kondisi
fisiknya seperti apa ketika dihibahkan oleh saksi pelapor pada tahun 2011. Ketika
dihibahkan, kendaraan dalam kondisi rusak, body sudah dirobah menjadi warna
hitam putih, STNK dan Pajak sudah mati, sehingga tidak dapat dipergunakan. Dan
anehnya, kendaraan itu hilang dipinjam orang tanggal 9 April 2013, kenapa baru
tahun 2015 dipermasalahkan.
Namun
karena ada sengketa rumah anatara terdakwa dengan saksi pelapor Rumantio
Nainggolan adik kandung terdakwa, maka saksi pelapor mencari cara menekan
terdakwa agar bersedia menyerahkan rumah bekas milik saksi pelapor yang telah
dibeli oleh kakak kandung terdakwa Romiana Nainggolan dan dihibahkan kepada
terdakwa.
Keinginan
untuk mendapatkan rumah itu kembali tidak mungkin terwujud dengan harga Rp.35
juta karena sudah direnovasi hingga menelan anggaran Rp.150 juta. Perkara
penggelapan atas satu unit kendaraan roda dua yang usianya sudah 12 tahun
menjadi jurus pamungkas.
Atas
uraian tersebut, lanjut kuasa hukum terdakwa dalam eksepsinya, cukup jelas
kalau sejak penyidikan maupun pra-penuntutan telah melanggar prinsip hukum
Miranda Rule, yakni; diabaikannya hak-hak tersangka untuk didampingi penasehat
hukum, hingga menjadi terdakwa. Untuk itu, sesuai pasal 143 jo pasal 156 KUHAP,
penasehat hukum terdakwa meminta agar majelis hakim menyatakan dakwaan JPU
batal demi hukum. (MARS)
No comments:
Post a Comment