Bogor, SNP - Sejak
diperkenalkannya kata pungutan liar oleh seorang pejabat negara,tindak-tindak
pidana yang dimaksud dalam pasal 423 KUHP sehari-hari disebut sebagai pungutan
liar. Pemakaian kata pungli itu ternyata mempunyai akibat yang sifatnya
merugikan bagi penegak hukum di tanah air.
Berdasarkan
Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 pasal 12 e dalam KUHP
menjelaskan Pegawai Negeri Atau Penyelenggara Negara Yang Dengan Maksud
Menguntungkan Diri Sendiri Atau Orang Lain Secara Melawan Hukum Dengan
Menyalahgunkan Kekuasaan,Memaksa Seseorang Memberikan Sesuatu,Membayar Atau
Menerima Pembayaran Dengan Maksud Menguntungkan Diri Sendiri Atau Golongan Akan
Terjerat Pidana Pungutan Liar.
Pungli
bukan hal yang baru didalam instansi pemerintah, baik tingkat bawah atau pun
tingkat atas. Adapun oknum PNS atau non PNS yang melakukan pungli selalu
berdalih tentang kesejahteraan yang belum sesuai dengan tanggung jawab
pekerjaan, sehingga selalu mencari peluang yang bisa diuangkan tanpa memikirkan
kesulitan masyarakat yang dirugikan.
Adapun
ungkapan masalah pungli menurut kaca mata Kasie Pemerintahan Kecamatan Cariu,
Bakri Hasan, bahwa pungli bukan hal baru yang terjadi, hanya saja baru-baru ini
dibumingkan,.
"Adapun
masalah pungli yang terjadi di tingkat pemerintahan daerah, karena memang
kesejahteraan mereka kurang diperhatikan dan bisa dikatakan tidak sesuia dengan
tanggung jawab pekerjaan. Apabila kesejahteraan mereka lebih diperhatikan, saya
rasa tidak akan terjadi pungutan liar" tuturnya kepada SNP.
Semua
masyarakat bebas berpendapat dalam menyikapi pungutan liar. Namun pada dasarnya
dan apapun alasannya pungutan liar tetaplah tindak pidana yang harus
ditegakkan. (IND/NAY)
No comments:
Post a Comment