MEDIA SUARA NASIONAL

RELEVAN - OBJEKTIF - LUGAS

lightblog

Monday, November 21, 2016

Menyikapi Yustisi Bangunan Bermasalah di Jaksel



 Hakim Jangan Fokus Kepada Denda Tetapi Harus Melihat Dampak Lain



Bangunan diduga bermasalah di Jalan Duren Tiga Kecamatan Pancoran
JAKARTA, Swaranasionalpos.com - Tindakan yustisi untuk para pelanggaran izin bangunan di Kota Administrasi Jakarta Selatan yang akan direncanakan pada 24/25 November tahun ini mendapat perhatian serius dari kalangan masyarakat. Masyarakatpun berharap agar hakim tidak hanya semata fokus kepada denda tetapi harus memperhatikan dampak lain yang ditimbulkan yaitu kerusakan lingkungan dan dampak sosial. 

Para pengembang harus diberi dan pantas mendapat ganjaran setimpal, karena pelanggaran terjadi, bukan karena tidak mengetahui prosedur untuk kegiatan membangun tetapi ada unsur kesengajaan untuk “memanipulasi” retribusi ke Pemerintah Daerah. 

Bangunan komersial berupa, Real Estate, Town House, Apartemen, Kos-kosan, Rumah Toko, bahkan Apartemen cenderung mengabaikan dampak lingkungan yang menjadi penyebab, salah satunya, banjir. Hal tersebut bisa terjadi, karena selain tidak kooperatifnya serta “lemahnya” instansi terkait (Sudin Penataan Kota-red) dalam melakukan tindakan “bongkar”, juga minimnya sosialisasi perizinan ditengah-tengah masyarakat. Semakin “masa bodohnya” para pengembang dengan dampak lingkungan dikarenakan mudahnya yustisi yang hanya memikirkan denda. Sementara badan/instansi pengawas, misalnya, Inspektur Pembantu Kota (Irbanko) kurang melirik “kasus” ini.

Pengamat Perkotaan dan Lingkungan Hidup Herry K. H, di kediamanya, di Bilangan Tebet, Sabtu (19/11), dengan lugas mengatakan, bahwa pengamatan yang dilakukan SNP dilapangan mungkin benar-benar terjadi. Tetapi, kata Herry, bahwa denda yang diterima pemilik/pengembang masih sangat terlalu ringan. 

“Pengembang yang  melakukan pelanggaran perizinan sesuai peruntukan bisa saja mendapat pidana murni. Aturan untuk itu sudah jelas dan tidak mungkin para pemilik bangunan/pengembang tidak mengetahui masalah tersebut. Tetapi aturan diabaikan dan itu sudah unsur kesengajaan,”kata Herry. 

“Sebelum pemilik/pengembang memulai kegiatan membangun, seharusnya terlebih dahulu memiliki izin resmi, baru melaksanakan kegiatan dilokasi” tambah Herry.

Pengamatan SNP di lapangan, banyak kegiatan membangun terlaksana tetapi belum memiliki izin resmi. Padahal aturan, misalnya, UU No 28/2002 Tentang Bangunan, Perda No 7/2010 Tentang Pembangunan di DKI Jakarta, Peraturan Gubernur DKI No 128/2012 Tentang Sanksi hukum bagi pelanggar bangunan dan Perda No 7/2010 Bab XVIII Ketentuan Pidana, sudah dengan tegas/jelas mengatur tata/mekanisme untuk semua kegiatan membangun di DKI Jakarta umumnya, dan di Jakarta Selatan Khususnya. 

Sementara itu ada beberapa pasal, para pemilik/pengembang yang membandel, bisa saja didakwa dengan pidana murni bukan hanya dituntut membayar denda. Seperti dalam Perda No. 7/2010, Pasal 283 ayat 1 dan 2, ada 18 pasal yang menjerat para pelaku pelanggaran dengan hukuman 3 bulan penjara  atau denda Rp 50 juta. Dan 12 pasal hukuman lebih berat, penjara 6 bulan atau denda Rp 50 juta. Beberapa pasal yang bisa menjerat pelaku pelanggaran, sesuai tersebut ada di pasal 283 ayat 1. Disana dinyatakan bahwa, setiap pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 42 ayat (1), Pasal 51, Pasal 64, Pasal 137 ayat (1), Pasal 144 ayat (2), Pasal 150, Pasal 151, Pasal 152. Pasal 162 ayat (1), Pasal 189 ayat (1), Pasal 198 ayat (1), Pasal 195, Pasal 206 ayat (2), Pasal 219, Pasal 220, Pasal 253 ayat (1), Pasal 255 ayat (1), dan Pasal 259 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah). Ayat (2) Setiap pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung yang melanggar ketentuan Pasal 13 ayat (3), Pasal 15 ayat (1), Pasal 124 ayat (3), 183 ayat (1), Pasal 186 ayat (4), Pasal 188 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 195, Pasal 231 ayat (1), Pasal 237 ayat (1), dan Pasal 245 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Yang paling tegas untuk menjerat pelaku dalam bentuk pidana ada di Perda No 7/2010, Pasal 24 ayat (1) Setiap orang yang mendirikan bangunan gedung tidak boleh melanggar ketentuan minimal jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRW, RDTR, peraturan zonasi, dan/atau panduan rancang kota. Pasal 42 ayat (1) Setiap pemilik bangunan gedung wajib menyediakan sarana parkir kendaraan sesuai dengan standar ketentuan yang berlaku dan Pasal 137 ayat (1) bahwa sebelum kegiatan pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dimulai papan nama proyek harus terpasang dan pemilik wajib memasang pagar halaman pengaman proyek dengan memperhatikan keamanan dan keserasian sekelilingnya serta tidak melampaui garis sepadan jalan. *KND

No comments:

Post a Comment