![]() |
Ilustrasi Hukum |
Jakarta Media Suara Nasional ,-
Rapat DPR dan Pemerintah eksekutif yang berniat akan menghidupkan kembali Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden agar dimasukan didalam RKUHP , Rencana ini mendapat Pro dan Kontra di tubuh DPR yang terpecah suaranya mengenai pembahasaan penghidupan kembali pasal penghinaan, yang saat ini sudah masuk dalam Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana dalam pasal Pasal 238 ayat 1 dan 2 serta di pasal 239 ayat 1 dan 2 , yang menjadi kontroversi di masyarakat. (7 / 2 /2018 )
Bila Delik ini dimuncul kan kembali akan melanggar konstitusi MK tahun 2006, karena MK sudah menyebut pasal ini yang terdahulu digunakan untuk membatasi Demokrasi sehingga menjadi pasal karet, MK sudah menyatakan jika dihidupkan akan melanggar dan bertentangan dengan konstitusi dan menghalangi demokrasi mengemukakan pendapat dimuka umum. Seperti yang disampaikan Bivitri Susanti dari Pusat Study Hukum dan Kebijakan Indonesia ( PSHK ) yang berdialog dengan anggota DPR - RI Komisi III Taufik team perubahan Undang - Undang tersebut. Menurut Bivitri juga menyampaikan pada kesempatan tersebut, negara hukum modern seperti Indonesia tidak bisa diterapkan pasal penghinaan Presiden dan Wakil Presiden karena Presiden dipilih oleh rakyat .Pada jaman dahulu jaman Kerajaan Belanda di Indonesia menggunakan adopsi hukum Kerajaan Belanda pada saat penjajahan sampai diterapkan di jaman orde baru .Bila menganut sistem kerajaan kemungkinan saja masih bisa diterapkan karena menganut sistem kerajaan pada jaman Kerajaan Hindia Belanda, menghina Raja akan relevan diterapkan di sistem hukum kerajaan karena sistem Kenegraannya menganut Kerajaan,Ujarnya . ( Ab MSN )
No comments:
Post a Comment