MEDIA SUARA NASIONAL

RELEVAN - OBJEKTIF - LUGAS

lightblog

Thursday, September 15, 2016

Inilah Hasil Kerja Tim Independen/Tim Pencari Fakta Gabungan Polri Terhadap Testimoni (Alm) Freddy Budiman


 

PENDAHULUAN

1. Tim Pencari Fakta Gabungan (TPF) Gabungan dibentuk pada 9 Agustus 2016 berdasarkan Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/1589/VIII/2016. TPF beranggotakan 18 orang dengan 3 anggota diantaranya berasal dari eksternal kepolisian, yakni Hendardi (Ketua Setara Institute), Effendi Gazali (Akademisi UI), dan Poengky Indarti (Anggota Kompolnas RI). Masa tugas TPF adalah 30 hari. 


2. Pencarian fakta yang dilakukan oleh TPF bukanlah penyelidikan dan penyidikan pro justisia, tetapi pengumpulan fakta yang akan digunakan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebagai pengguna (user) untuk kemudian mengambil langkah-langkah strategis terkait temuan-temuan yang diperoleh oleh TPF. Dalam arahan yang disampaikan kepada anggota TPF, Kapolri bahkan menjanjikan bahwa jika ditemukan nama-nama pejabat terlibat dalam kasus ini, maka akan ditindak secara tegas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 


3. Perlu dipertegas, bahwa pembentukan TPF adalah ikhtiar dan tindakan responsif Kapolri dalam merespons pernyataan sdr. Haris Azhar yang disebarluaskan melalui media sosial pada tanggal 28 Juli 2016. Dalam menjalankan mandatnya, TPF tidak terbatas pada upaya membuktikan kebenaran pernyataan sdr. Haris Azhar, tetapi lebih dari itu menggunakan kesempatan ini sebagai momentum untuk menata kinerja penyelidikan dan penyidikan kasus-kasus Narkoba secara lebih akuntabel. Karena itu, TPF menganggap pernyataan Haris Azhar sebagai bagian dari kritik masyarakat atas kinerja Kepolisian dalam menangani kasus Narkoba.


4. Untuk mencari fakta, TPF telah melakukan pengumpulan data terhadap 64 individu dengan rincian 24 orang internal Polri dan 40 orang dari eksternal. TPF juga melakukan rekonstruksi peristiwa saat Freddy Budiman bercerita pada Haris Azhar. Selain itu video rekaman menjelang eksekusi Freddy Budiman, pledoi, dan dokumen relevan juga telah ditonton dan dipelajari. Sementara terkait keterangan dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), TPF menggunakan informasi yang diperoleh dari PPATK yang disampaikan kepada Kapolri.


5. TPF memiliki keterbatasan sebagai berikut: (1) waktu kerja 30 hari; (2) mandat pengumpulan informasi yang terbatas pada fakta pertemuan antara Haris Azhar dan Freddy Budiman, masalah Pledoi, dugaan adanya aliran dana 90 miliar ke pejabat Polri, dugaan keterlibatan anggota Polri dalam bisnis Narkoba, dan pemeriksaan terhadap video testimony Freddy Budiman; (3) rentang waktu antara peristiwa penyataan Freddy kepada Haris Azhar dengan penyebarluasan informasi tersebut; dan (4) tidak adanya petunjuk awal yang signifikan sebagai dasar pencarian fakta.


6. Dengan keterbatasan tersebut, maka laporan ini bersifat open ended dalam arti bahwa sejak hari ini TPF telah berakhir dan telah menyampaikan laporan detail kepada Kapolri, tetapi petunjuk-petunjuk yang ditemukan ini sangat mungkin untuk dibuka dan dikembangkan lagi oleh user termasuk secara projustisia, juga jika diperoleh informasi-informasi baru oleh kepolisian serta laporan masyarakat, setelah masa kerja TPF berakhir.

TEMUAN-TEMUAN 

 
7. Pertemuan Haris Azhar dan Freddy Budiman
Terkait dengan pertemuan antara Haris Azhar dengan (alm) Freddy Budiman sendiri di LP Batu Nusakambangan pada 9 Juni 2014, Tim menemukan bahwa pertemuan itu memang faktual atau terjadi. Tim telah meminta data dan keterangan dari semua yang hadir pada saat itu (kecuali Rohaniawan Yani yang sedang berada di Kanada). Tim melakukan simulasi ruangan, tempat duduk, serta berapa lama pertemuan berlangsung, suasana diskusi pada saat tersebut, serta isi pembicaraan. Keseluruhannya hampir sama dengan apa yang disampaikan Haris Azhar, terutama karena cerita yang sama sudah sering pula disampaikan oleh (alm) Freddy Budiman kepada berbagai pihak di LP Nusakambangan maupun beberapa LP lainnya.


8. Dugaan adanya aliran dana kepada pejabat tertentu Polri
Video testimony:TPF mengejar petunjuk tentang video. Walau semula selalu tidak diakui keberadaannya, namun pada saat terakhir di Nusakambangan ditemukanlah petunjuk bahwa video tersebut dibuat oleh Bagian Humas Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, pada hari Kamis 28 Juli 2016, antara jam 09:00 hingga 13:00 WIB. Terdapat 3 buah video dengan durasi 1 menit 39 detik, 18 menit 43 detik, 1 menit 25 detik. Karena hal tersebut adalah Properti/Hak Institusi Kemenkum dan HAM, maka Tim melalui Kapolri meminta salinan video tersebut kepada Menkumham. Setelah disaksikan dengan saksama, tidak ditemukan sama sekali pernyataan mengenai adanya aliran dana, dalam metode apapun, yang diberikan oleh (alm) Freddy Budiman kepada pejabat tertentu di Mabes Polri. 


9. Video keluarga:Selain petunjuk tentang video yang dibuat oleh Bagian Humas Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM, terdapat petunjuk mengenai video yang dibuat oleh keluarga (alm) Freddy Budiman serta sebuah surat yang dibuat (alm) Freddy Budiman yang diberikan kepada keluarga. Hingga masa kerja TPF berakhir, Tim belum berhasil memperoleh dokumen tersebut dan menjadi bagian yang penting untuk ditindaklanjuti oleh institusi Polri.


10. Pledoi: Petunjuk lain yang sudah tuntas digali adalah pernyataan (alm) Freddy Budiman, seperti dikutip Haris Azhar: “Saya sudah cerita ke lawyer saya, kalau saya mau bongkar, ke siapa? Makanya saya penting ketemu Pak Haris, biar Pak Haris bisa menceritakan ke publik luas. Saya siap dihukum mati, tetapi saya prihatin dengan kondisi penegak hukum saat ini. Coba Pak Haris baca saja di pledoi saya di pengadilan, seperti saya sampaikan di sana”. Tim mencari seluruh fakta dan data di pengadilan, terutama mengenai pledoinya. Baik dari pledoi yang resmi digunakan di pengadilan, maupun menanyakan secara komprehensif kepada pengacara (alm) Freddy Budiman, Baron & Aloysius Sulistyo (J&A Law Firm). Menurut mereka, memang ternyata tidak ada cerita mengenai aliran dana, dalam metode apapun, yang diberikan oleh (alm) Frdedy Budiman kepada pejabat tertentu di Mabes Polri. Salah satu pengacara lain Adhi H. Wibowo telah menyatakan di berbagai media bahwa dalam pledoi (alm) Freddy Budiman tidak ada cerita mengenai aliran dana dari (alm) Freddy Budiman kepada nama-nama tertentu. Yang ada di pledoi itu lebih pada permintaan maaf dan penyesalan Freddy Budiman.


Secara keseluruhan pledoinya bersifat normatif pembelaan di muka persidangan dan dapat dipastikan dari keterangan kuasa hukum Freddy Budiman, hanya mereka yang membuat pembelaan/pledoi.


11. Kepergian ke Cina:Dari pemeriksaan tersebut didapat fakta berulang bahwa: (alm) Freddy Budiman memang sangat banyak bicara dan cerita tersebut disampaikan ke berbagai pihak di beberapa LP. Jadi tidak ada sesuatu yang baru dengan cerita tersebut. Dari penelusuran kepada semua yang mendengar cerita tersebut, tidak ditemukan sebuah ingatan kembali (recall) bahwa (alm) Freddy Budiman memang pernah menyebut sebuah nama kepada siapa dia memberikan dana. Sementara mengenai keberangkatan (alm) Freddy Budiman ke Cina seperti dalam ceritanya kepada Haris Azhar, dibantah semua pihak yang diperiksa atau dimintai keterangan, termasuk adik (alm) Freddy Budiman sendiri, Joni Suhendra atau Latif. Dia menyatakan, kakaknya tidak memiliki paspor serta tidak bisa berbahasa Cina. Beberapa rekan yang pernah bekerja bersama dengan (alm) Freddy Budiman dalam bisnis narkoba ini, juga menyatakan bahwa Freddy tidak langsung mengenal produsen pabrik narkoba di Cina maupun Belanda. Namun yang memiliki jaringan ke Cina adalah beberapa nama yang sudah diperiksa oleh Tim. Hal ini telah beberapa kali dikonfrontir dengan hasil sama di antara mereka.


12. Data PPATK:Pada bagian lain, dalam pertemuan antara Ketua PPATK dengan Kapolri, telah disampaikan beberapa data yang terus dikaji oleh Tim. Namun pada saat yang sama PPATK menyatakan tidak ada aliran dana dari (alm) Freddy Budiman kepada pejabat tertentu di Mabes Polri. Yang disampaikan PPATK adalah aliran dana dari Poni Chandra (hal ini bisa dikaji secara tersendiri selanjutnya}.


13. Indikasi keterlibatan Tim Penyidik yang pernah memeriksa Freddy Budiman
Dari tahun 2011 dan 2015 terdapat 5 kasus tindak pidana Narkoba yang di dalamnya ada keterlibatan Freddy Budiman, dan terhadap para penyelidik yang pernah berinteraksi dan melakukan penyidikan kepada Freddy Budiman telah dilakukan penelusuran dan pemeriksaan. TPF menemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh penyelidik, yaitu Oknum Pamen KPS yang diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan memperoleh uang sebesar Rp. 668 juta dari tersangka AKIONG. Tersangka Akiong merupakan tersangka lain yang tidak ada hubungan dengan dugaan aliran dana Freddy Budiman. Metodenya dengan cara mengambil uang dari rekening bank, ditransfer ke money changer, seakan mau membeli uang asing, lalu dibatalkan, dan uangnya ditarik senilai 668 juta rupiah.


14. Selanjutnya dalam kaitan dengan kasus FREDDY BUDIMAN, TPF juga perlu mempertegas beberapa aparat Polri yang tengah menjalani hukuman karena tindakannya terlibat/menyalahgunakan kewenangannya, antara lain (1) AIPTU SUGITO, pada tahun 2011 terbukti menjual barang bukti sabu sebanyak 200 gr milik tersangka PHILIP ROMPIS untuk diberikan kepada Freddy Budiman dan telah diproses pidana umum dan divonis selama 9 tahun 6 bulan subsider 3 bulan; (2) BRIPKA BAHRI (bersama SUGITO), pada tahun 2011 terbukti menjual barang bukti sabu sebanyak 200 gr milik tersangka PHILIP ROMPIS untuk diberikan kepada FREDDY BUDIMAN dan telah diproses pidana umum dan divonis selama 9 tahun 6 bulan subsider 3 bulan.


15. Laporan masyarakat yang dikumpulkan oleh Kontras dan Hot-Line Tim


Tim berupaya dengan sungguh-sungguh untuk bekerjasama dengan publik (melalui Hot-Line 08818811986), Civil Society, dan terutama juga dengan Kontras. Sejak awal Tim mengajak serta mempersilahkan Kontras mengisi salah satu tempat di dalam Tim Pencari Fakta ini. Tim juga selalu melakukan pendekatan untuk bisa bertemu dan mengakses laporan publik yang diterima Kontras. Namun hingga minggu terakhir masa tugas tim, belum ada jawaban untuk pertemuan dari Kontras. Barulah pada hari-hari terakhir, ada jawaban dari Kontras dan pertemuan terlaksana pada hari terakhir masa tugas Tim, Jumat 9 September 2016 di Kantor Kontras. Namun Kontras belum memberikan data laporan masyarakat kepada Tim, karena membutuhkan semacam jaminan perlindungan dari Kapolri. Sementara dari Hot-Line yang dibuka oleh tim terdapat 80 (delapan puluh) laporan. Namun tidak ada satupun mengenai aliran dana yang berhubungan dengan kasus Freddy Budiman.

KESIMPULAN

16. Bahwa benar, sdr. Haris Azhar telah melakukan pertemuan dengan sdr. Freddy Budiman.


17. Bahwa dari pemeriksaan terhadap video testimony, laporan PPATK, keterangan narasumber, TPF tidak menemuka adanya bukti aliran dana dari Freddy Budiman kepada pejabat Polri tertentu sebesar Rp. 90 miliar. 


18. Bahwa TPF tidak menemukan informasi signifikan dari pledoi sdr. Freddy Budiman, kecuali pembelaan normatif yang berisi permohonan pembebasan dari segala tuntutan. 


19. Bahwa TPF menemukan adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum Pamen KPS dengan melakukan pemerasan uang sebesar 668 juta dari tersangka AKIONG.

REKOMENDASI


20. Polri melakukan tindak lanjut dengan langkah pro justicia terhadap oknum Pamen KPS, karena ada bukti permulaan telah menyalahgunakan kewenangan saat sedang melakukan penyelidikan perkara pidana a.n. tersangka AKIONG.


21. Polri menindaklanjuti temuan-temuan permulaan yang dihasilkan oleh TPF dan belum ditindaklanjuti seperti akses dokumen pada keluarga korban, akses laporan masyarakat yang sudah dikumpulkan oleh korban, dan laporan masayarakat lain terkait dugaan tindakan penyalahgunaan wewenangan oleh aparat Polri dalam penanganan kasus narkoba.


22. Polri membentuk standard operating procedures (SOP) penanganan kasus narkoba yang lebih akuntabel, termasuk dan terutama terkait (a) rotasi penyelidik dan penyidik secara reguler untuk menghindari intimasi berlebih dengan jaringan narkoba; (b) akuntabilitas pemusnahan barang bukti kejahatan 


23. Polri membentuk tim satgas guna menindaklanjuti temuan tim gabungan dan laporan masyarakat, serta mengeluarkan Peraturan Kapolri untuk memberikan perlindungan terhadap para saksi pelapor; 


24. Polri dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bekerjasama menyusun standar perlindungan saksi, korban dalam kasus narkoba untuk memastikan rasa aman warga dalam memberikan pelaporan dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penyidikan kasus narkoba.


25. Polri dan Kementerian Hukum dan HAM bekerjasama dalam mempercepat pemindahan para bandar narkoba yang telah memperoleh status hukum berkekuatan hukum tetap ke LP Pasir Putih Nusakambangan.


26. Hal-hal lain: 


Tim menemukan simulasi (pengandaian) dari beberapa pihak, bahwa terdapat kemungkinan (alm) Freddy Budiman sampai pada angka-angka kumulatif 90 milyar rupiah itu dengan menghitung berapa jumlah barang bukti miliknya yang tertangkap lalu di duga beredar kembali dengan dikalikan harga pasar per butir; barulah ditambah sebaran angka-angka rupiah yang diberikan dalam jumlah tertentu, atau berupa tiket, voucher, dan sebagainya.
Ada sejumlah indikasi yang ditemukan oleh tim, menyangkut oknum anggota Polri di beberapa tingkatan, seperti di Polsek hingga atasan penyidik. Mereka disebut menerima pemberian dari pelaku bisnis narkoba. Pihak yang memberikan bukanlah Freddy Budiman. Namun indikasi atau petunjuk awal ini belum dapat ditelusuri tim, semata karena keterbatasan waktu.

Jakarta, 15 September 2016
-Tim Independen Pencari Fakta Freddy Budiman bekerjasama dengan Divisi Humas Polri

No comments:

Post a Comment