MEDIA SUARA NASIONAL

RELEVAN - OBJEKTIF - LUGAS

lightblog

Tuesday, July 3, 2018

Program Prona Desa Ngenep Malang Di keluhkan, Pemerintah Mbidek !!!

pemohon prona disuruh menandatangi pernyataan yang memberatkan warga
Malang, Media Suara Nasional -Program Prona sertifikasi yang digembar-gemborkan presiden Jokowi masih hangat di telinga rakyat Indonesia dan menjadi sebuah harapan besar bagi seluruh rakyat Indonesia yang belum melegalkan surat tanah miliknya yang masih atas nama pemilik lama maupun yang masih berupa petok D atau pun letter C.Program yang di prioritaskan oleh presiden ini tampaknya menjadi “berkah” buat beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab dan bertujuan untuk memeperkaya diri sendiri.

Seperti yang terjadi di Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang ini, Dimana seluruh peserta program Prona sebanyak 5000 bidang dengan masing-masing bidang sertifikat dikenakan biaya sebesar Rp 571.000,00 pada tiap peserta.
Besaran biaya tersebut dikenakan sama rata kepada seluruh peserta tanpa memilah besar kecilnya ukuran bidang.

Add caption
Ketua Panitia Pelaksana Prona/ptsl Desa Ngenep, Nurhadi yang berhasil dikonfirmasi di rumahnya yang sekaligus menjadi kantor kepanitiaan, pria lugu ini mengiyakan semua biaya yang dikenakan kepada para peserta, bahkan tanpa rasa ragu sedikit pun Nur Hadi memberikan rincian biaya dalam program itu.
“Memang benar biaya untuk program Prona di desa mencapai Lima Ratus Tujuh Puluh Satu Ribu Rupiah, dan itu sudah atas persetujuan warga.” Jelas Nur Hadi sambil menunjukkan rincian biaya yang dimaksud.

Dari beberapa rincian, banyak kejanggalan yang membuat tim media suara nasional semakin curiga jika program ini dimanfaatkan oknum yang tidak bertanggung jawab. Beberapa keterangan yang membuat geli adalah adanya biaya akomodasi (makan dan minum) yang dikenakan biaya sebesar Rp 10.000,00 pada peserta untuk tiap bidangnya (apakah panitia akan melakukan kegiatan selama 5000 hari sesuai dengan jumlah bidang?) . Bisa dibayangkan bagaimana cepatnya panitia program ini akan cepat gemuk karena tiap kali mereka mendata satu rumah/bidang mereka harus makan dan minum.

Kemudian ketika melihat anggaran tentang pengadaan ATK (alat tulisdan kantor) yang mencapai angka Rp 20.000,00 untuk tiap peserta, apakah mungkin satu buah ballpoint akan habis hanya untuk menulis data satu peserta? Biaya ATK ini terlepas dari sampul dan foto copy yang memiliki anggaran sendiri.
Ketika tim menanyakan apakah tiap ATK dan biaya akomodasi itu dikenakan kepada tiap bidang peserta? Nur Hadi hanya menjawab dengan nada pasrah seolah tak ingin lebih banyak bicara.

“ Benar biaya itu dikenakan pada tiap bidangnya, dan Kepala Desa juga mengetahui karena beliau kebetulan juga menjadi pelindung dalam program ini.” Lanjut pria yang akrab dipanggil Nur ini.

Di sisi lain, pelindung program yang juga Kepala Desa Ngenep, Niti Ahmad SH yang ditemui dikantornya memberikan keterangan senada dengan Nur Hadi. Namun sedikit perbedaan keterangan dari Kades iniadalah mengenai bahwa besaran yang dikenakan pada peserta sudah sesuai dengan instruksi dari salah satu oknum pegawai BPN Kabu[paten Malang.
“Tidak ada yang salah dengan besaran biaya yang kami kenakan, karena itu juga sudah sesuai arahan salah satu oknum pegawai BPN yang berinisial Pt.” jelas Niti

Tanpa membuang waktu, salah satu awak media suara nasional langsung melakukan cros check kepada pihak BPN terkait oknum yang dimaksud Niti itu. Dengan posisi ponsel di loud speaker, Niti juga ikut mendengar bahwa nama oknum yang disebut tidak ada di jajaran pegawai BPN Kaupaten Malang.

Lalu siapakah sebenarnya oknum BPN yang dimaksud oleh Kepala Desa Ngenep ini telah mengarahkan pihak panitia dan dirinya untuk mengenakan biaya sebesar yang disebutkan? Apakah benar-benar “oknum” BPN? Ataukah ada “pengalihan” oknum saja?

Jika melihat pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri terkait program ini, sangat jelas tertulis Bahwa Besaran Biaya yang Diperlukan Dalam Program yang mencakup zona wilayah Kategori V (Jawa dan Bali) adalah sebesar Rp 150.000,00 (Seratus Lima Puluh Ribu Rupiah). Namun apa yang terjadi di desa Ngenep ini mencapai angka hampir empat kali lipat dari biaya yang seharusnya dikeluarkan warga sesuai dengan SKB Tiga Menteri .
Apakah kejadian di Desa Ngenep ini bisa dikatakan Pungli ? Ataukah telah terjadi tindakan Korupsi oleh “oknum” BPN ? Atau mungkin juga “hanya” pelanggaran SKB Tiga Menteri?

Diharapkan dengan adanya temuan ini, pihak penegak hokum di Kabupaten Malang bisa segera melakukan pemeriksaan dan juga penangkapan jika memang ditemukan indikasi yang Pungli ataupun hal lain yang sejenis agar bisa menjadi efek jera dan tidak terjadi lagi baik di Kabupaten Malang maupun daerah lain. Bersambung (team) Bersambung

No comments:

Post a Comment