MEDIA SUARA NASIONAL

RELEVAN - OBJEKTIF - LUGAS

lightblog

Monday, July 16, 2018

Menguak Pentingnya Keterwakilan Perempuan


Media Suara Nasional-Kehadiran perempuan diperlukan dalam wujud yang nyata di dunia politik. Perempuan diharapkan bisa mewakili suara dan permasalahan kaum perempuan untuk dirumuskan menjadi sebuah kebijakan. Selama ini, kebijakan afirmatif di Indonesia mengenai keterwakilan perempuan dalam politik 30% belum menjadi kebijakan kuota 30% yang wajib dipenuhi oleh partai politik. Padahal keterwakilan nyata perempuan pada dunia politik dipercaya dapat membawa perubahan perilaku terhadap pengambilan keputusan kebijakan.

Keterwakilan perempuan dalam politik meningkat sejak  2002 dan diharapkan  masih akan meningkat ke depannya. Perempuan dapat hadir tidak hanya dalam parlemen, namun juga sebagai pemimpin daerah. Jaminan hak sipil perempuan Indonesia dalam politik sesungguhnya tergolong lebih maju dibandingkan negara-negara lain.

Kepentingan perempuan hadir dalam politik untuk membawa suara perempuan dari akar rumput yang mungkin tidak mendapat perhatian di tingkat nasional. Problema-problema perempuan seperti dalam hak atas kesehatan, reproduksi dan jaminan ibu dan anak bisa disuarakan.

Kehadiran perempuan di politik di dunia telah melalui jalan yang panjang. Melalui perjuangan tokoh-tokoh perempuan di Eropa dan Amerika. Salah satunya perjuangan perempuan Inggris pada 1856, Barbara Leigh Smith dan Bessie Rayner Parkes, mereka menyelenggarakan komite untuk mengumpulkan petisi Married Woman’s Property Bill (hak istri untuk kepemilikan dan penghasilan sendiri). Mereka mengeluarkan Jurnal Perempuan Inggris pada 1858, untuk menyuarakan isu perempuan dalam pekerjaan, pendidikan, hak hukum dan hak untuk memberikan suara dalam pemilihan. Pada 1859, mereka mendirikan Society for Promoting the Employment of Women(komunitas mendorong perempuan pekerja) dimana mereka mendirikan percetakan perempuan, Victoria Press, yang dijalankan oleh Emily Faithfull.


Pada saat yang sama, ada Institute Perempuan di Langham Place dimana Dr. Elizabeth Blackwell dari Amerika, seorang doktor perempuan pertama yang menjadi pembicara. Ladies of Langham Place mengadakan petisi untuk Rancangan Undang-Undang Hak Pilih Perempuan untuk dipresentasikan ke parlemen. Suara mereka diwakili anggota parlemen terpilih, John Stuart Mill yang mendukung persamaan hak perempuan dalam pekerjaan, pendidikan, properti, dan hak pilih.

Contoh nyata di Indonesia yang bisa kita lihat saat ini bagaimana perempuan di parlemen bisa membawa suara perempuan dari akar rumput. Comtoh kasus yang terjadi di Mataram, Nusa Tenggara Barat seorang ibu bernama Baiq Nuril (36), bekerja sebagai guru honorer di SMAN 7 Mataram. Baiq Nuril menghadapi sebuah kasus karena mengungkap indikasi tindak pelecehan seksual oleh atasannya, Kepala Sekolah melalui media sosial. Namun yang terjadi beliau ditahan atas tuduhan melanggar UU tentang ITE sejak 27 Maret 2017 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun. Baiq Nuril diberhentikan dari pekerjaannya, di penjara, dan harus menjalani persidangan. Sementara itu, pihak yang terduga kuat sebagai pelaku pelecehan seksual saat ini naik jabatan dari Kepala Sekolah menjadi, Kepala Bidang Pemuda dan Olah Raga di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mataram.

Kehadiran seperti inilah yang diperlukan dimana keterwakilan perempuan di parlemen membawa suara dari akar rumput. Walau sangat disayangkan di Indonesia saat ini masih ada daerah pemilihan yang belum ramah pada perwakilan perempuan di politik. Perempuan terkesan sulit untuk dijadikan calon legislatif, apalagi meraup suara. Oleh sebab itu perempuan Indonesia yang ada di parlemen saat ini diharapkan bisa lebih banyak membuat gebrakan nyata untuk mewujudnyatakan keterwakilan suara perempuan di tingkat nasional.

Namun di sisi lain, keberadaan perempuan dalam kancah politik berbenturan dengan kepentingan privat. Misalnya saja, jadwal pertemuan yang diadakan legislatif ataupun partai cenderung dilakukan malam hari dan overtime. Kondisi ini menjadi problema karena beban ganda perempuan yaitu peran domestik. Negara perlu memberikan perhatian kepada para aleg perempuan dengan berbagai kesibukan dan kerap menghabiskan waktu di luar rumah membuat aleg perempuan rentan mengalami perceraian.


Tak jarang keterwakilan perempuan dalam partai hanya menjadi upaya meloloskan kepentingan administratif kebijakan afirmatif 30%. Alhasil sosok yang mencuat kerap kali adalah kerabat dari lingkaran internal elit politik. Adapula perempuan yang menang di pemilihan karena modal besar, biasanya bukan orang yang dekat dengan akar rumput. Kecil kemungkinan mereka bisa menyuarakan problem perempuan akar rumpur. Pengetahuan mereka cenderung minim dan kurang memahami peran di ranah legislatif.

Argumen utama mengapa secara fisik perempuan harus hadir di ranah politik karena komitmen terhadap kesetaraan gender dan keadilan. Jika wujud perempuan tidak tampil, maka hal itu sendiri merupakan bentuk penindasan dan menutup akses perempuan terhadap ruang publik. Kehadiran perempuan juga dipercaya akan mengubah penampilan arena politik yang terkesan garang. ( meri )penulis ( Rina Lasarika Calon Anggota DPRD Propinsi sulawesi Tengah Partai PAN )

No comments:

Post a Comment